Saturday, November 7, 2009

Anak sebagai Perekat Keluarga

Anak sebagai Perekat Keluarga
ANAK dan cucu tidak sekadar anugerah yang membahagiakan, tetapi juga menjadi perekat keluarga dalam menjaga keutuhan rumah tangga.
Kiranya hal ini sangat dirasakan Ari Darmastuti yang sudah puluhan tahun berumah tangga dengan suami tercinta, Sahat Mampe Parulian Sembiring.
Menurut Ari, orang hidup pasti punya masalah, hal itu juga tidak luput bagi pasangan suami-istri yang sudah mengikat komitmen pernikahan. Dalam mengayuh biduk rumah tangga selalu ada saja masalah yang mengadang, entah dari internal ataupun dari pihak luar.
Ari berprinsip semua masalah harus dicari solusinya, bukan penyebabnya. Selalu berpikir positif. Cara berpikir yang menggali-gali masalah hanya akan membuang-buang energi.
"Saya selalu berpedoman kepada cara orang tua saya, yaitu mencari penyelesaian, bukan mencari-cari penyebab," ujarnya di rumahnya, Jalan Purnawirawan, Gang Swadaya 7 No. 46, Bandar Lampung, Jumat (6-11).
Ari mengakui kendala yang cukup berat dia hadapi di masa awal pernikahannya adalah adaptasi dua budaya yang berbeda. Ari dengan akar budaya Jawa harus bisa menerima sang suami yang berasal dari Batak. Seperti umumnya orang Jawa, setiap ada masalah, Ari membutuhkan waktu cukup lama memikirkan masalah tersebut. Berbeda dengan suami yang bersifat lebih terbuka dan tidak pernah memendam masalah.
"Kalau ada masalah, kadang saya berpikir sampai dua hari, kalau suami tidak, ada masalah saat itu, ya selesai saat itu juga, besok sudah lupa," kata dosen FISIP Universitas Lampung ini.
Ibu empat anak ini sangat menyadari, perbedaan itu harus diterima, sebagai pasangan, mereka harus saling melengkapi. Ari bersukur dianugerahi banyak anak.
Keempat anaknya; Sari Indah Oktanti Sembiring, Dwi Arida Harja Sembiring, Chaerul Tri Rizki Sembiring, dan Yuni Kurnia Lestari Sembiring, menjadi perekat keluarga. Sikap saling pengertian semakin lama semakin terbangun. Pasangan suami-istri ini tidak melulu memikirkan kepuasan dan kebahagiaan diri masing-masing, yang paling utama adalah kebahagiaan anak-anak.
Ukuran kebahagiaan bukan pada karier dan materi. Kebahagiaanya muncul dari hal-hal yang sederhana, seperti melihat anak sehat, bersekolah dengan baik, dan punya suami yang menyayangi keluarga.
Bagi Ari, hidup itu sesuatu yang menyenangkan. Moto hidup ini mengantarkan hubungannya dengan suami selalu segar setiap hari. Sesekali, mereka makan di luar bersama kelurga besar. Kalau dulu, Ari masih sering karaoke bersama suami dan teman-temannya, tapi saat ini dia lebih banyak menghabiskan waktu bersama anak-cucu dan jalan-jalan keliling kota bersama sang suami.
Sabtu (7-11) kemarin, menjadi hari bahagia bagi suaminya. Suatu kejutan sudah disiapkan Ari bersama anak, cucu, menantu untuk merayakan ulang tahun suaminya yang ke-46 tahun. Makanya tidak heran, siang itu rumah Ari sangat ramai dengan anak-anak. Ternyata, hari itu, keempat anak dan cucunya berkumpul di rumah untuk menyiapkan kue dan hadiah bagi suaminya.
"Kami mau bikin surprise, jadi anak-anak dan cucu ngumpul semua, besok (Sabtu, red), saat bangun pagi, anak-anak akan memberi surprise buat papanya," kata Ari.
Tradisi ulang tahun ini ikut membangun ikatan emosional keluarga inti. "Kemarin saat saya ulang tahun, saya dikasih hadiah laptop sama suami," ujar Ari tersenyum.(lampost)

0 comments:

Post a Comment

◄ Newer Post Older Post ►
 

Copyright 2012 Mathedu Unila is proudly powered by blogger.com | Design by Tutorial Blogspot